by : Ayu Anggaritno Proboningdyah
Di Indonesia kasus kekerasan perempuan masih terjadi walaupun UUPKDRT telah berjalan 20 tahun lamanya, Komnas Perempuan dalam siaran Pers hasil kajian Catatan Tahunan periode 2001 sampai dengan 2003 melaporkan 582.780 laporan kekerasan diranah personal dengan rincian kasus sebanyak 491,067 atau 94% adalah kekerasan terhadap Istri (KTI), 18.577 kasus atau 3.56% kekerasan terhadap anak perempuan. Selanjutnya dari 3709 kasus KTI yang dilaporkan pada tahun 2019 hingga 2023 kekerasan psikis sebanyak 50%, kekerasan fisik sebanyak 31%, penelantaran serta kekerasan ekonomi sebanyak 16% dan yang terakhir adalah kekerasan seksual sebesar3%. Pada laporan 3 lembaga yang direlease oleh Komnas Perempuan, DKI Jakarta menempati peringkat ke 4 tertinggi berdasarkan jumlah perempuan yang melapor di Indonesia sebanyak 2042 kasus (2). Puskesmas Tanjung Priok yang merupakan bagian dari Provinsi DKI Jakarta yang juga tempat melaksanakan praktik klinik profesi semester 1 ditemukan data sepanjang tahun 2024 terdapat 9 kasus Kekerasan terhadap perempuan yang terdeteksi. Dengan 2 diantaranya terjadi pada ibu hamil dimasa periode dinas praktik klinik dengan gambaran kasus sebagai berikut :
- Ny S, 20 tahun G2P1A0 berusia 20 tahun dan menikah secara siri pada usia 17 tahun, dengan pendidikan terakhir SMP, mengalami kekerasan fisik 2 kali dalam 3 bulan terakhir yang disebabkan suami stress dan sering mabuk setelah di PHK karena berselingkuh dengan rekan kerja. Ibu mengatakan belum ingin menempuh jalur hukum pada kasusnya namun ia membutuhkan bimbingan psikologis dani P2TP2A karena masih trauma.
- Ny. Y, 30 tahun G2P1A0 seorang IRT pendidikan SMA, mengalami kekerasan fisik sebanyak 5x, kekerasan ekonomi serta psikis yang dilakukan oleh suaminya yang berprofesi sebagai pelaut dan tulang punggung keluarga besarnya. Ia kesulitan untuk melaporkan kasus ini karena keluarga suami menghalangi keinginannya untuk visum saat terakhir mengalami kekerasan yang membuatnya memerlukan perawatan di RS. Walaupun awalnya ingin bercerai dan menempuh jalur hukum namun saat ini ia sedang bimbang karena baru tahu sedang hamil anak ke 2, penulis dan tim di Puskesmas memfasilitasi ibu mendapatkan pelayanan dan perlindungan dari P2TP2A
Kekerasan dapat menimpa siapaun dari fakta yang ada korban kekerasan adalah perempuan sehingga digambarkan sebagai kekerasan berbasis gender karena berakar dengan adanya ketidaksetaraan gender yang membuat laki laki merasa lebih kuasa terhadap perempuan sehingga membuat subrodinasi perempuan pada termasuk didalamnya tindak kekerasan. Berdasarkan gambaran kasus yang terjadi keduanya berada pada ranah personal yang biasanya terjadi karena kuasa hegemonik yang menyebabkan korban kesulitan keluar dari kekerasan yang terjadi. Pada kasus ini kasus kekerasan masih berlangsung karena adanya ketergantungan ekonomi maupun anggapan mempertahankan rumah tangga demi kebahagiaan anak yang dilahirkan pada keluarga tersebut. Bentuk kekerasan dapat berupa kekerasan fisik, psikologis/mental, sosial ekonomi dan kekerasan seksual yang dapat terjadi dalam area domestik maupun area publik dan pelaku sering kali adalah orang yang dikenal seperti teman, suami ataupun anggota keluarga lainnya.
Bidan dalam asuhannya mendampingi perempuan sepanjang siklus hidupnya dengan memandang perempuan sebagai insan yang utuh dan agar setiap perempuan mampu menjalankan fungsi reproduksi serta seksualnya dengan aman, terbebas dari ketimpangan gender dan terpenuhinya hak hak kesehatan reproduksinya. Oleh karenanya penting bagi seorang bidan kepekaan terhadap isu gender, dimana hingga kini isu gender dalam kesehatan sering terabaikan, Bidan yang sensitive gender mampu mendorong perubahan paradigma masyarakat sehingga kualitas pelayanan kesehatan perempuan meningkat. Bidan sensitive gender perlu dipersiapkan dan dimulai pada masa pendidikan kebidanan. Salah satunya peran bagi bidan adalah berdaya dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan. Pengembangan rencana tindakan serta penguatan peran untuk meningkatkan kemampuan bidan dalam mendeteksi dan memberikan dukungan kepada korban kekerasan, serta untuk mengatasi tantangan emosional yang mereka hadapi dalam memberikan asuhannya
Peran Bidan dalam menghapus kekerasan terhadap perempuan sejalan dalam upaya mendukung tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), peran aktif yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
- Kampanye edukasi penyadaran masyarakat tentang Hak Kesehatan Reproduksi dan Seksual yang melekat pada perempuan termasuk didalamnya tentang kesetaraan gender serta perlindungan hukum yang telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)
- Deteksi dini kerentanan perempuan. Bidan sensitive gender memiliki kepekaan dalam mendeteksi adanya kekerasan yang terjadi, ia mampu membangun kepercayaan dengan perempuan dan keluarga dan terampil menggunakan berbagai metode skrining deteksi kekerasan perempuan yang ada
- Mendampingi perempuan yang terdeteksi mengalami kekerasan melalui tahap konseling, pemberian dukungan emosional sampai dengan memfasilitasi rujukan pada pelayanan perlindungan perempuan
- Menyediakan ruang yang aman bagi perempuan penerima asuhan kebidanan dengan sikap Bidan yang tidak menghakimi serta memberikan asuhan kebidanan berkesinambungan baik kesinambungan informasi, akses maupun asuhan yang diberikan
- Memastikan keberlanjutan layanan yang telah dilakukan termasuk tindak lanjut setelah dilakukan rujukan termasuk didalamnya kerahasiaan terkait kasus yang dialami
- Bidan proaktif dalam kolaborasi dan advokasi pada kasus kekerasan. Bidan mengidentifikasi lembaga terkait penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan yang terpercaya dan mudah di akses baik bagi ibu maupun oleh bidan dalam menjaga kesinambungan asuhan yang ada pada wilayah kerja bidan.
Dengan peran tersebut, bidan mampu menjalankan perannya dalam mengadvokasi serta menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dengan berkontribusi pada pencapaian SDGs secara langsung yaitu pada Tujuan Kesehatan dan Kesejahteraan : dengan memastikan korban kekerasan mendapatkan layanan kesehatan berkualitas dengan mewujudkan kesehatan yang lebih baik bagi perempuan. serta Tujuan Kesetaraan Gender: yaitu peran aktif bidan dalam menghapus diskriminasi berbasis gender untuk memastikan perempuan dapat hidup sehat dan bermartabat.
Daftar Pustaka
- Siaran Pers Komnas Perempuan Dalam Rangka Hari Ibu dan Peluncuran Hasil Kaji Cepat 20 Tahun Implementasi UU PKDRT “Berteguh Maju Bagi Korban” Jakarta,. Dalam Jakarta – Indonesia: Komnas Perempuan; 2024. Laporan Basis Data Sinergi Periode Data Januari – Desember 2023 [Internet]. Komnas Perempuan; 2024 [dikutip 10 Januari 2025]. Tersedia pada: https://komnasperempuan.go.id/download-file/1132
- Nur Arifa Yuniati, Herna Lestari, Ninuk Widyantoro. Perkawinan Anak Dan Kesehatan Seksual dan Reproduksi [Internet]. JAKARTA: Kenentrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; 2021. Tersedia pada: https://ykp.or.id/publikasi/
- Pedoman Teknis Implementasi Model Pelayanan Kebidanan Berkesinambungan, Responsif Gender dan Berpihak pada perempuan (Respectful Midwifery Care). Vol. 1. Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Jakarta III; 2023.
- Indra Supradewi, MAryanah. The Impact Of The Strengthened Gender Sensitive, Midwifery CAre Provide by Midwives on Pregnant Womens Knowledge, Attitude and Acceptance of Midwifery Care. 2021; Tersedia pada:mmjournal.org/index.php/wmm/article/view/45/25
- Finnbogadóttir H, Torkelsson E, Christensen C, Persson EK. Midwives experiences of meeting pregnant women who are exposed to Intimate-Partner Violence at in-hospital prenatal ward: A qualitative study. Eur J Midwifery [Internet]. 15 September 2020 [dikutip 10 Januari 2025];4(September):1–10. Tersedia pada: http://www.journalssystem.com/ejm/Midwives-experiences-of-meeting-pregnant-women who-are-exposed-to-Intimate-Partner,125941,0,2.html