By : Erika Yulita Ichwan, M.Keb., Yeniar Susana, M.Keb, Gita Nirmala Sari, M.Keb, Ph.D
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai derajat kesehatan perempuan serta menggambarkan hasil capaian pembangunan suatu negara. Berdasarkan data dirilis oleh World Health Organization (WHO) tahun 2019 tentang angka kematian ibu (MMR) di seluruh dunia dari tahun 2000 – 2017 menurun sebesar 38% dari 342 kematian menjadi 211 kematian per 100.000 kelahiran hidup. (UNICEF, 2019) Target ini masih jauh dari target global yang dicanangkan oleh Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yaitu angka kematian ibu kurang dari 70 pada tahun 2030 (PBB, 2020). Menurut Mc Charthy dan Maine (1992) disebutkan ada 3 determinan yaitu penyebab kematian ibu, yaitu penentu kontekstual, perantara, dan proksi (McCarthy dan Maine, 1992). Penentu kontekstual meliputi status perempuan dalam keluarga dan masyarakat yang erat kaitannya dengan faktor demografi dan sosial budaya. Sementara itu, determinan perantara terkait dengan status kesehatan, status reproduksi, akses kesehatan pelayanan dan perilaku sehat. Sedangkan determinan proxy adalah determinan yang bersifat langsung berhubungan dengan penyebab kematian ibu, termasuk karena kehamilan itu sendiri atau karena komplikasi selama kehamilan, persalinan, atau masa nifas. Semua faktor penentu ini berkaitan dengan ras, status, dan jenis kelamin.
Keterkaitan gender dengan kematian ibu akibat ketidakberdayaan perempuan dalam mengakses fasilitas kesehatan karena perempuan bergantung pada keputusan suami (Femi Odekunle dan Odekunle,2017). Ketidakberdayaan perempuan ini sebagai akibat dari adanya budaya patriarki. Di dalam budaya patriarki, perempuan ditempatkan pada posisi subordinasi, yang erat hubungannya dengan masalah gender. Selain itu, ada larangan atau pantangan dari orang tua atau mertua untuk hamil perempuan pada suku tertentu untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu seperti sayuran, ikan, dan lainnya makanan sehingga menyebabkan tidak tercukupinya zat gizi penting pada ibu dalam proses kehamilan juga berperan dalam menyebabkan kematian ibu (Nurul Huda et al., 2019). Berdasarkan data yang dirilis oleh Indeks Ketimpangan Gender (GII) BPS di Indonesia tahun 2021 Dari data tersebut, Jawa Barat menempati urutan pertama GII untuk wilayah Jawa
adalah 0,427. GII ini menggambarkan kerugian atau kegagalan pencapaian pembangunan manusia sebagai akibatnya ketidaksetaraan gender yang diukur dari aspek kesehatan dan pemberdayaan. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan manusia Indonesia dan mewujudkan tujuan 3 dan 5 SDGs, yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua umur serta mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan, partisipasi diperlukan. semua pihak dari semua sektor. Untuk misalnya bidan dapat berperan aktif dalam bidang kesehatan. Ini karena bidan petugas kesehatan profesional yang layanannya berfokus pada kesehatan wanita dan bidan harus
memastikan bahwa perempuan dapat menerima semua layanan yang dibutuhkan sepanjang siklus hidupnya (Indra
supradewi, Maryanah, Ni Gusti Made Ayu, 2022).
Bidan sebagai agen pembangunan di bidang kesehatan perlu memiliki kesadaran yang kuat dan pemahaman tentang isu gender. Isu gender dalam kesehatan yang selama ini sering terabaikan dan tidak memihak kepada perempuan harus menjadi acuan bagi bidan dalam mendorong perubahan paradigma masyarakat, sehingga kualitas pelayanan kesehatan wanita meningkat. Dengan meningkatnya kualitas dari pelayanan kepada perempuan tentunya akan mempengaruhi kualitas kesehatan keluarga dan masyarakat sehingga derajat kesehatan dapat meningkat (Maryanah, Supradewi dan Barkinah, 2021).
Promosi perubahan paradigma ini dapat dimulai dari pelayanan antenatal karena bidan adalah pemelihara dan pemelihara kehidupan perempuan sejak dalam kandungan dalam menjalankan kewajibannya proses dan fungsi reproduksi. Dalam memberikan asuhan antenatal yang responsif gender, bidan harus memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender, memberikan non-diskriminasi dan perawatan yang tidak menghakimi, menghormati hak kesehatan reproduksi perempuan dan mendukung perempuan pemberdayaan (Hamidah, Aticeh, 2020)
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, dimana peneliti mengumpulkan data dengan cara mewawancarai bidan di TPMB, klien dan pasangan yang melakukan antenatal care. Tujuan penggunaan metode ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara sistematis efektivitas pendekatan gender dalam perawatan antenatal yang akan dimuat dalam laporan penelitian kutipan naratif untuk menggambarkan situasi secara akurat dan sistematis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. penelitian kualitatif yang mencari makna, pemahaman, dan pemahaman tentang satu peristiwa fenomena dan kehidupan manusia dengan makhluk langsung dan atau tidak langsung terlibat dalam setting yang diteliti, kontekstual, dan menyeluruh. Penelitian dilakukan di salah satu TPMB di wilayah kota bekasi, Para informan dalam penelitian ini sebanyak 6 orang, terdiri dari 2 orang bidan di TPMB yang telah menerapkan pendekatan gender, 2 orang klien yang tidak memahami asuhan antenatal dengan tanggap gender dan pasangannya. teknik pemilihan informan dilakukan dengan metode snowball dimana awalnya peneliti memilih 1 informan kemudian melakukan penetrasi ke informan lain yang direkomendasikan oleh informan pertama. Peneliti sebagai instrumen utama dalam mengumpulkan data menggunakan alat pengumpulan data berupa lembar observasi, pedoman wawancara dan dokumentasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini, menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah diperoleh dari wawancara mendalam, yaitu informasi dan informasi yang diperoleh secara lisan dari informan melalui pertemuan dan percakapan, serta pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti berupa observasi terhadap proses asuhan antenatal yang diberikan oleh bidan. Data sekunder adalah diperoleh dari studi dokumentasi, yaitu data yang diambil dari catatan, arsip, atau dokumen
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Hasil penelitian ini dijelaskan sesuai dengan teori ukuran efektivitas menurut Budiani dalam Khadafi dan Mutiarin (2017):
1. Akurasi Sasaran
Ketepatan sasaran adalah untuk melihat sejauh mana penerima layanan ini tepat dengan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam penelitian ini sasaran pendekatan gender dalam antenatal care adalah klien yang memeriksakan kehamilannya di TPMB E. Dari keterangan yang disampaikan dapat diketahui bahwa sasaran program dari pendekatan gender yang dilakukan oleh TPMB E adalah ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di TPMB E bersama pasangannya. Penerapan jenis kelamin pendekatan yang dilakukan oleh TPMB E ditujukan untuk semua ibu hamil yang menjalani masa kehamilannya diperiksa di TPMB E, namun yang diprioritaskan adalah ibu hamil yang tidak paham responsive gender pada
perawatan antenatal. Selain itu, diketahui klien yang tidak memahami pelayanan antenatal care yang responsif gender menjadi prioritas dalam pelayanan pendekatan gender yang diberikan. Dari hasil wawancara yang diperoleh selanjutnya dilakukan observasi bagaimana TPMB E memberikan pelayanan antenatal care. Berdasarkan observasi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa TPMB E mengambil pendekatan gender dalam memberikan pelayanan antenatal kepada semua ibu hamil dan pasangannya yang melakukan pemeriksaan kehamilan di TPMB E. Peneliti juga dapat menyimpulkan bahwa ketepatan sasaran program pendekatan gender di antenatal care di TPMB E sudah berjalan dengan baik dimana program ini dilakukan kepada semua klien dan mereka pasangan yang datang untuk memeriksakan kehamilannya ke TPMB E. Namun bagi klien yang melakukan tidak memahami perawatan antenatal dengan responsif gender, itu adalah prioritas layanan dengan pendekatan gender.
2. Sosialisasi
Keberhasilan suatu program ditentukan oleh bagaimana program tersebut disosialisasikan sehingga dapat terlaksana
diakui oleh penerima program. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa sosialisasi tentang program pendekatan gender dalam pelayanan antenatal care yang diberikan oleh TPMB E telah dilakukan sejak Juli 2020 yaitu dengan mulai menerapkan pelayanan yang peka gender dan terus dilakukan hingga sekarang. Dengan sosialisasi pendekatan gender yang diberikan oleh TPMB E, pasangan klien hadir untuk mendampingi setiap pemeriksaan kehamilan.
3. Pencapaian Tujuan
Efektivitas suatu program dilihat dari bagaimana tujuan program tersebut, apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Tujuan dari program ini adalah kesesuaian antara hasil implementasi pendekatan gender dalam antenatal care yang telah dilakukan dilakukan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pendekatan gender dalam pelayanan antenatal adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kesehatan untuk semua. Hasil wawancara menunjukkan bahwa tujuan utama pendekatan gender dalam antenatal care adalah kesejahteraan dan kesehatan untuk semua dengan memberdayakan ibu hamil untuk mengetahui dan memahami diri mereka sendiri lebih baik. Selain memberdayakan ibu hamil, TPMB E juga memberdayakan sepasang ibu hamil wanita. Berdasarkan uraian wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa pencapaian tujuan dari pendekatan gender dalam perawatan antenatal telah benar tepat sasaran, terutama dalam melibatkan
partisipasi suami dalam kehamilan Kerangka Konsep Penelitian
4. Pemantauan
Pemantauan adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengamati perkembangan pelaksanaan program, mengidentifikasi dan mengantisipasi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan program sehingga solusi untuk masalah ini dapat ditemukan.
Pemantauan pendekatan gender dalam antenatal care dimaksudkan untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada sehingga
agar diketahui kekurangannya dalam pelaksanaannya dan dicarikan solusinya pelaksanaannya dapat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dari hasil wawancara tersebut, dapat dilihat bahwa monitoring dengan pendekatan gender dalam antenatal care yang dilakukan oleh TPMB E adalah dilakukan melalui komunikasi langsung antara bidan dan klien. Namun Dari pantauan ini, bidan merasa belum bisa memastikan pelayanannya sesuai atau tidak. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh TPMB cukup baik, hal ini terlihat dari komunikasinya antara bidan dengan klien dimana bidan bertanya kembali tentang pengertian dari klien dan suami. Namun, masih ada fakta bahwa bidan kesulitan untuk memantau hal ini karena tidak ada standar atau pedoman khusus tentang bagaimana kebidanan responsif gender jasa.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa target pendekatan gender di perawatan antenatal dan pasangannya. Pemilihan ibu hamil dan pasangan sebagai target tidak tanpa alasan. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fratidhina et al (2021) yang menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh ibu hamil diperoleh dari pembelajaran yang peka gender salah satu solusi untuk menurunkan angka kematian ibu karena meningkatkan kemandirian dalam menghadapi persalinan dan pencegahan komplikasi (Fratidhina et al., 2021). Dengan membuat ibu hamil menjadi sasaran program pendekatan gender, diharapkan kesejahteraan dan kesehatan untuk semua dapat terwujud. Demikian juga dengan keterlibatan pasangan akan memberikan dukungan kepada ibu hamil dalam menjalankan tugasnya kehamilan. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Muhith et al (2019) yang menyatakan bahwa hamil kesadaran wanita akan kesehatannya dapat meningkat setelah menerima informasi dari kesehatan pekerja. (Abdul Muhith et al., 2019). Paparan ibu hamil dan pasangan terhadap informasi dari tenaga kesehatan dapat menjadikan ibu hamil berdaya untuk mengakses fasilitas kesehatan sehingga kualitas kesehatan ibu hamil dapat meningkat. Keterlibatan pasangan dari ibu hamil juga berdampak pada kesiapan ibu menghadapi kehamilan dan persalinan. Dengan dukungan dari pasangan, maka akan meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu hamil (Elvina et al., 2018).
Dari penelitian tersebut diperoleh hasil jika sosialisasi program pendekatan gender dalam antenatal care yang dilakukan oleh TPMB E dimulai pada Juli 2020 dan mulai dikenalkan pada ibu hamil wanita dan pasangannya pada kontak pertama saat ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Sosialisasi ini meliputi melibatkan pasangan dalam proses pemeriksaan kehamilan, bertanya pertanyaan dan memberikan solusi atas keluhan yang dirasakan ibu hamil. Sosialisasi oleh melibatkan pasangan dalam kehamilan karena pasangan merupakan bagian dari support system untuk hamil wanita. Dengan keterlibatan pasangan dalam sosialisasi, diharapkan suami dapat berperan dalam membantu istri dalam kegiatan rumah tangga. Dan dengan sosialisasi yang dilakukan oleh TPMB itu diharapkan sikap, pendapat dan perilaku ibu hamil dan pasangan baik secara langsung dan secara tidak langsung dapat berubah. Dalam memberikan sosialisasi kepada klien, seorang bidan harus memiliki pengetahuan tentang informasi atau hal-hal yang ingin disosialisasikan. Dengan pengetahuan bidan tentang asuhan yang sensitif gender, bidan akan dengan mudah mensosialisasikan asuhan tersebut kepada kliennya. Hal ini sesuai dengan penelitian Maryanah et,al (2021) yang menyebutkan jika ada hubungan pengetahuan yang dimiliki oleh
bidan tentang asuhan yang sensitif gender dengan pengetahuan pasien (Maryanah, Supradewi dan Barkinah, 2021).
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pencapaian tujuan gender pendekatan dalam pelayanan antenatal care yang dilakukan oleh TPMB E sudah sesuai dengan tujuan awal kesejahteraan dan kesehatan untuk semua dengan memberdayakan ibu hamil untuk mengenal dan memahami dirinya sendiri lebih baik, yang tentunya melibatkan peran serta suami atau pasangan. Keterlibatan suami atau pasangan dapat membantu menemukan masalah dan menemukan strategi yang efektif untuk mengatasinya (Inter-American Development Bank, 2014). Dukungan suami juga mempengaruhi kesiapan istri menghadapi kehamilan (Mandey, Kundre and Bataha, 2020). Sukses hamil pada perempuan dalam proses kehamilan sampai persalinan juga tergantung dari partisipasi dan dukungannya suami (Estuningtyas, 2021). Dengan keberhasilan ibu hamil dalam menjalani proses kehamilan, tujuan kesejahteraan dan kesehatan untuk semua dapat terwujud. Sesuai dengan teori pengukuran efektivitas dari Budiani dalam Khadafi dan Mutiarin (2017) dimana indikator tercapainya tujuan program adalah kesesuaian antara hasil penerapan pendekatan gender dalam antenatal care yang telah dilakukan keluar dengan tujuan yang telah ditentukan. Program ini dinilai cukup efektif karena melibatkanpartisipasi suami. Keterlibatan suami dalam program ini tentunya akan dilakukan secara penuhmendukung klien, sehingga kesejahteraan dan kesehatan untuk semua dapat terwujud (Khadafi dan Mutiarin, 2017)
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa monitoring dengan pendekatan gender pada antenatal Asuhan yang dilakukan oleh TPMB E dilakukan melalui komunikasi langsung antara bidan dan klien. Komunikasi langsung digunakan untuk menggali lebih dalam pemahaman orang yang diberikaninformasinya (Mukorom Z, 2020). Dengan komunikasi langsung dapat diketahui ekspresi atau meniru klien sehingga ada kesesuaian antara apa yang diucapkan dan ekspresi ditampilkan. Monitoring merupakan kegiatan yang dilakukan oleh TPMB E untuk mengidentifikasi dan mengantisipasi permasalahan yang timbul di pelaksanaan program guna mencari solusi dari permasalahan tersebut sehingga dapat berjalan dengan baik pelaksanaannya dapat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan teori dari efektivitas dari Budiani dalam pemantauan program Khadafi dan Mutiarin (2017) dalam penelitian ini belum efektif. Hal ini dikarenakan komunikasi yang dilakukan oleh bidan kepada klien dan pasangannya belum menghasilkan output yang maksimal karena belum didukung secara khususpedoman yang mengatur asuhan kebidanan yang responsif gender. Pedoman ini penting untuk dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan agar pemantauan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pedoman ini dapat disosialisasikan melalui pelatihan asuhan kebidanan responsif kepada bidan agar pengetahuan bidan responsif gender terhadap asuhan kebidanan akan meningkat dan dapat mempengaruhi pelayanan yang diberikan kepada klien. Menurut penelitian Maryanah et al (2021) yang menyebutkan jika ada hubungan pengetahuan itu bidan memiliki tentang asuhan yang peka gender terhadap asuhan yang diberikan kepada klien (Maryanah,Supradewi dan Barkinah, 2021). Diharapkan juga dengan pedoman tersebut, bidan dapat memiliki satu suara dalam memberikan pelayanan gender. layanan responsif. Suara bidan yang satu ini akan membantu memutus mata rantai gender ketidaksetaraan yang dialami perempuan. Bidan juga bisa bersatu dalam satu visi dan misi
Pelayanan ANC dengan pendekatan responsif gender yang dilaksanakan di TPMB bidan E efektif. Mengukur efektivitas dengan indikator ketepatan sasaran, sosialisasi, pencapaian tujuan dan pemantauan cukup berhasil, hal ini terlihat pada ibu hamil dan pasangannya menerima layanan yang diberikan dengan pendekatan responsif gender, pasangan selalu hadir dan mendampingi dalam proses pemeriksaan kehamilan, pasangan juga dilibatkan dalam mendukung penuh ibu hamil dalam proses kehamilan dan komunikasi langsung antara bidan danibu hamil juga berjalan dengan baik. Namun, pedoman khusus tentang bagaimana standar model asuhan kebidanan responsif gender belum ada, sehingga agak sulit dilakukan oleh bidan mengevaluasi kesesuaian keseluruhan dari layanan yang diberikan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut oleh mengkaji lebih dalam apa itu fenomena dan bagaimana mewujudkan kebidanan yang responsif gender.