By: Jihan Putri Shali
Prioritas nasional dan target global pada Sustainable Development Goals (SDGs) adalah upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Berdasarkan Longform Sensus Penduduk tahun 2020 Angka Kematian Bayi (AKB) adalah 16,8/1.000 KH dan target RPJMN tahun 2024 adalah16/1.000 KH. Data terakhir menunjukkan penurunan AKI dan AKB di Indonesia, angka tersebut masih jauh dari target SDGs tahun 2030, sehingga diperlukan adanya kebijakan khusus yang menggerakkan berbagai pemangku kepentingan untuk mengambil peran dalam mencegah kematian ibu dan bayi, baik peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, peningkatan tenaga kesehatan, maupun pembiayaan.
Salah satu program pemerintah dalam kesehatan adalah Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir untuk mendeteksi adanya gangguan kongenital sedini mungkin, sehingga bila ditemukan dapat segera dilakukan intervensi secepatnya. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencegah gangguan tumbuh kembang balita.
Terdapat 46 bayi yang sudah dilakukan SHK oleh bidan selama bulan Agustus – Desember pada Tahun 2024. Hal ini dilakukan dengan persetejuan oleh orang tua bayi terlebih dahulu. Sesuai Peraturan Nasional Nomor 78 tahun 2014 di Indonesia, formula informed consent khusus untuk SHK tidak diperlukan, dan persetujuan dapat digabung dengan persetujuan untuk perawatan bayi baru lahir rutin. Orang tua yang menolak skrining atau konfirmasi pengujian harus menandatangani formulir penolakan khusus untuk menghidari tuntutan hukum malpraktik.
Program SHK sudah diatur dalam permenkes nomor 78 tahun 2014, Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah skrining/uji saring untuk memilah bayi yang menderita HK dari bayi yang bukan penderita. Gangguan perkembangan pada anak HK dapat dicegah apabila dilakukan deteksi dini. Ketentuan pengambilan sampel (spesimen darah) untuk SHK, Pengambilan spesimen darah dilakukan ketika umur bayi 48 sampai 72 jam.
SHK bukan hanya melakukan tes laboratorium tetapi merupakan suatu sistem dengan mengintegrasikan prosedur maupun individu yang terlibat yaitu manajemen puskesmas/RS, penanggung jawab program, petugas kesehatan, orangtua, masyarakat, pemerintah, dan pemerintah daerah. Program skrining HK merupakan salah satu cara yang terbukti efektif dalam menurunkan morbiditas penyakit Hipotiroid Kongenital.
Profesi kebidanan dalam dimensi Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan salah satu tenaga kesehatan di Indonesia. Peran bidan sebagai tenaga professional adalah sebagai pengelola, pelaksana, pendidik dan peneliti. Profesi kebidanan sebagai tenaga kesehatan di Indonesia tentunya mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang bersifat promotif, preventif, dan kuratif.
Program SHK dilakukan oleh bidan yang terlatih hal ini tertuang di dalam permenkses no. 78 tahun 2014 bidan sangatlah berperan penting, karena bidan yang akan memberikan Informasi dan edukasi mengenai SHK ini, mulai dari pemeriksaan awal kehamilan sampai melahirkan. Pengambilan sampel juga dilakukan oleh bidan yang terlatih untuk itu segala seuatu mengenai SHK harus sampai kepada sasaran, agar program pemerintah ini tercapai sesuai target serta deteksi dini sangat penting dalam mencegah terjadinya keterlambatan pengobatan pada penyakit Hipotiroid Kongenital.
Tenaga kesehatan merupakan ujung tombak dari terlaksananya program SHK. Pelaksanaan program SHK di PMB sudah terlaksana sesuai dengan permenkes No 01.07 Tahun 2023. Setiap klien di beri KIE tentang SHK jika klien mengerti dan menyetujui tindakan SHK maka dilakukan pengambilan sampel tidak lupa dilakukan persetujuan terlebih dahulu. Kemudian semua kertas saring dikirim ke puskesmas atau langsung ke Dinas Kesehatan setempat dan sampel akan dikirim ke laboratorium tempat pemeriksaan sampel. Hal ini sesuai dengan tupoksi dan dengan SOP yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Pelaksanaan SHK juga sudah sesuai Keputusan menteri kesehatan republik indonesia No. 01.07 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan salah satunya Persalinan di fasilitas kesehatan yang dilakukan setelah tanggal 1 September 2023 hanya dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan jika disertai bukti pengambilan sampel SHK sehingga Program SHK dapat berjalan lancar.
Referensi:
- Dumilah, R. et al. 2023. Implementasi Pelaksaan Program Skrining Hipotiroid Kongenital
(SHK): Literature Review. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 33(4), pp. 168–
178. Available at: https://doi.org/10.34011/jmp2k.v33i4.1810. - PERMENKES RI. 2009. UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. PERMENKES.
Available at: https://peraturan.bpk.go.id/Details/38778/uu-no-36-tahun-2009. - PERMENKES RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 78 tentang Skrinning Hipotiroid
Kongenital. PERMENKES. Available at: https://www.peraturan.go.id/id/permenkes-no-78-
tahun-2014. - Pratama, A.A. et al. 2019. Hubungan Awitan Pengobatan Hipotiroid Kongenital dengan
Gangguan Perkembangan Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin. Sari Pediatri, 21(1), p. 16. Available at: https://doi.org/10.14238/sp21.1.2019.16-23. - Putri, R.Y. et al. 2023. Pelaksanaan Program Skrinning Hipotiroid Kongenital (SHK) Pada
Bayi Baru Lahir Di PMB Erna Wena Kota Padang Panjang. Human Care Journal, 8(3), pp.
581–587. Available at: http://dx.doi.org/10.32883/hcj.v8i3.2734. - Yati, N.P., Utari, A. and Tridjaja, B. 2017. Diagnosis dan Tata Laksana Hipotiroid Kongenital. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Available at: https://pediatricfkuns.ac.id/data/ebook/Panduan-Praktik-Klinis-Diagnosis-dan-Tata Laksana-Hipotiroid-Kongenital.pdf