By: Susanti
Perkawinan anak masih marak terjadi hingga sekarang ini, komnas perempuan mencatat sepanjang tahun 2023 ada 60.709 kasus pernikahan dini yang diberikan dispensasi oleh pengadilan. Walaupun ada sedikit penurunan terjadi pada tahun 2022 yakni sekitar 64.211 kasus, namun angka ini masih sangat tinggi dibandingkan tahun 2021 yang berjumlah 23.126 pernikahan anak.
Praktik pernikahan anak dibawah umur ini telah menjadi hirauan internasional untuk mengakhirinya, dengan keyakinan baru bahwa kesetaraan gender dipandang sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan di semua negara di seluruh dunia. Sebagian besar kasus pernikahan anak perempuan terdeteksi di negara berkembang. Salah satunya di Indonesia yang menghadapi masalah serius terkait pernikahan anak. Definisi anak menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 yaitu, “Bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Faktor yang mempengaruhi Perkawinan Dini
- Pendidikan
Perempuan yang berpendidikan rendah pada umumnya menikah dan memiliki anak di usia muda. Pendidikan orang tua juga memiliki peranan dalam keputusan buat anaknya, karena di dalam lingkungan keluarga, pendidikan anak yang pertama dan utama. - Ekonomi
Para orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda mengganggap bahwa dengan menikahkan anaknya, maka beban ekonomi keluarga akan berkurang satu. - Keinginan Sendiri
Faktor ini sangat sulit dihindari, karena pria dan wanita berpikiran bahwa mereka saling mencintai bahkan tanpa memandang usia mereka, tanpa memandang masalah apa yang akan dihadapi dan apakah mereka mampu untuk memecahkan suatu masalah. - Lingkungan
Dalam masyarakat yang pola hubungannya bersifat tradisional, pernikahan dipersepsikan sebagai suatu “keharusan sosial” yang merupakan bagian dari warisan tradisi dan dianggap sakral. Cara pandang tradisional terhadap perkawinan sebagai kewajiban sosial. - Marriged By Accident
Terkadang pernikahan diusia muda terjadi sebagai solusi untuk kehamilan yang terjadi diluar nikah. pernikahan diusia muda banyak terjadi pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan terhadap prilaku seksual yang membuat mereka melakukan aktivitas seksual sebelum menikah.
Dampak Perkawinan Anak
- Putus sekolah, meskipun dapat mengikuti kejar paket A,B,C,D, namun kenyatannya anak yang menikah sudah terlalu lelah karena dipaksa mengurus keluarga.
- Rentan mengalami KDRT, suami-isteri yang tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajiban,hal ini terjadi karena mental mereka yang masih memiliki sifat keegoisan yang tinggi sehingga menyebabkan pertengkaran, percekcokan, bentrokan antar suami isteri yang dapat mengakibatkan perceraian.
- Perkawinan usia anak memiliki dampak antargenerasi, bayi yang dilahirkan oleh anak perempuan yang menikah pada usia anak memiliki risiko kematian lebih tinggi, dan kemungkinannya dua kali lebih besar untuk meninggal sebelum usia 1 tahun dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan oleh seorang ibu yang telah berusia dua puluh tahunan. Bayi yang dilahirkan oleh pengantin anak juga memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk lahir prematur, dengan berat badan lahir rendah, dan kekurangan gizi.
- Kesehatan Reproduksi, kehamilan pada usia kurang dari 17 tahun meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada anak. Kehamilan di usia yang sangat muda ini ternyata berkorelasi dengan angka kematian dan kesakitan ibu. Disebutkan bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun. Hal ini disebabkan organ reproduksi anak belum berkembang dengan baik dan panggul juga belum siap untuk melahirkan
- Perkawinan usia anak tidak hanya mendasari, tetapi juga mendorong ketidaksetaraan gender dalam masyarakat. Perkawinan usia anak dapat menyebabkan siklus kemiskinan yang berkelanjutan, peningkatan buta huruf, kesehatan yang buruk kepada generasi yang akan datang, dan merampas produktivitas masyarakat yang lebih luas baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Upaya Indonesia Dalam Mengatasi Perkawinan Anak
- Berlakunya UU No. 16 Tahun 2019 yang mengubah pasal tentang usia minimum pernikahan anak dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang pernikahan. Dengan berlakunya UU No. 16 Tahun 2019, usia minimum menikah bagi perempuan dan laki-laki telah dinaikkan dari usia 16 tahun menjadi usia 19 tahun.
- Kerja sama dengan organisasi internasional, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan UNICEF dengan tujuan untuk mengatasi masalah sosial yang timbulkan dari pernikahan anak.
- Mendukung program internasional mengenai pembangunan berkelanjutan, khususnya pada masalah kesetaraan gender. Program dari badan-badan internasional tersebut, tentang kesetaraan gender diantaranya mengenai pencegahan kekerasan yang dimulai dengan mengubah norma gender, dan juga pendidikan transformatif gender.
- Bappenas juga membuat Strategi Nasional Perlindungan Perempuan dan anak (Stranas PPA) sebagai upaya pemberdayaan perempuan dan pencegahan pernikahan anak.
Referensi:
- Azizah N. Problematika Pernikahan Dini Yang Marak Terjadi Di Indonesia Menurut
Pandangan Hukum Perdata. Al-Dalil: Jurnal Ilmu Sosial, Politik, Dan Hukum. 2024 Mar
25;2(1):9–16. - Yoshida Y, Budi Rachman J, Budi Darmawan W. Upaya Indonesia Dalam Mengatasi
Pernikahan Anak Sebagai Implementasi Sustainable Development Goals (Sdgs) Tujuan 5
(5.3). Aliansi Jurnal Politik Keamanan Dan Hubungan Internasional. 2023 Aug 16;1:153–
66. - Nuraeni E, Hasana N. Efektifitas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Dan Prospeknya
Dalam Meminimalisir Pernikahan Dini Di Jawa Barat. Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal
Hukum Keluarga Dan Peradilan Islam. 2024 Mar 31;5(1):53–66. - Tampubolon Epl. Permasalahan Perkawinan Dini Di Indonesia. Jurnal Indonesia Sosial
Sains. 2021 May 21;2(05):738–46. - Nst Aa, Dini A, Fasion A, Sunarsih T, Rahmawati D. Dampak Pernikahan Dini Terhadap
Kesehatan Reproduksi: Literature Review. Jurnal Ilmiah Kebidanan Imelda. 2023 Sep
30;9(2):126–33.